Sep 28, 2010

Akhir Dinasti Goryeo

Di awal abad ke-30, seorang kepala suku bernama Temujin terpilih sebagai pemimpin Mongol. Dia sekarang terkenal dengan nama Genghis Khan. Setelah membuat Mongol menjadi kekuatan tempur yang efektif, Genghis Khan hijrah ke Manchuria dan bagian Utara China. Pada tahin 1231, tentara Mongolia mengalihkan serangan mereka kepada Goryeo. Alasan invasi tersebut adalah terbunuhnya utusan Mongolia yang kembali dari Korea. Terlepas dari semua upaya pertahanan, pasukan Mongol melewati ibukota dan pergi ke Chungju. Untuk Goryeo tidak ada pilihan selain untuk mencapai perdamaian sebelum seluruh kerajaan hancur. Selama rundingan perdamaian, kerajaan dan seluruh pemerintahan dipindahkan ke Pulau Ganghwa dengan harapan melawan invasi pada tahun 1232.

30 tahun selanjutnya setelah pemindahan pemerintahan ke Ganghwa, masih terdapat berlanjut serangan Mongolia dan perlawan dari Korea. Serangan pasukan yang berulang-ulang membuat kerusakan di negara semakin meluas. Pada masa inilah harta nasional hancur, kuil dan tempat-tempat bersejarah terbakar, karya seni dan dokumen bersejarah hilang selama penjarahan kota besar.

Di Ganghwa isu politik yang utama adalah kebijakan terhadap Mongol. Diktator, Choe, ingin melanjutkan perlawanan, sementara raja punya pendapat berlawanan. Choe, dibunuh dan ini membawa akhir pada 60 tahun kekuasaannya. Putra mahkota dikirim ke kerajaaan Mongol. Pemerintahan kembali ke Gaeseong pada tahun 1270, setalah 39 tahun pengasingan. Di utara, tentara mongol menjaga titik-titik strategis, tetapi di selatan perlawanan kaum prajurit terhadap peraturan asing terus belangsung selama 4 tahun.

Kebijakan Mongol terhadap Goryeo adalah untuk membuat kerajaan dan pemerintahan Goryeo berada dibawah Yuan, Dinasti Mongol. Sebuah badan pengawasan spesial untuk pemerintahan telah dibentuk. Cara yang paling efektif untuk mengontrol kebijakan adalah melakukan pernikahan antara keluarga kerajaan Yuan dan Goryeo. Putra mahkota Goryeo dikirim ke kerajaan Yuan, di mana dia hidup sampai ia menjadi raja Goryeo, dan dia wajib menikahi seorang Putri Mongolia. Dengan pernikahan ini, anggota kerajaan Goryeo menjadi orang Mongol.

Selama masa dominasi Mongol, pemerintahan Goryeo wajib memberikan persembahan kepada Kerajaan Yuan. Barang utama untuk upeti ini adalah emas, perak, gingseng dan burung elang. Setiap tahunnya, pengerajin, kasim, dan wanita dikirim ke Peking dalam jumlah tertentu.

Salah satu beban terberat pada Goryeo adalah persiapan untuk invasi ke jepang. Mongol telah memutuskan untuk menyerang Jepang ketika Jepang menolak untuk menyerahkan upeti kepada Yuan. Dalam persiapan untuk invasi. sekitar 35.000 rakyat korea dipaksa membangun armada yang terdiri atas 900 kapal. Armada tersebut meninggalkan pelabuhan Masan dengan 20.000 tentara Mongol dan Cina dan 5000 orang korea. Tetapi armada tersebut dihancurkan oleh badai. Badai besar lain menyebabkan ekspedisi kedua menjadi suatu malapetaka. Rencana untuk invansi Jepang menjadi terbengkalai dan hasil yang didapat hanyalah kekacauan di perekonomian Korea.

Invasi Mongol membawa beberapa pencapaian pada kebudayaan Goryeo. Pencapaian yang paling penting adalah pahatan balok kayu yang merupakan cetakan dari teks Budha. Saat kerajaan berada di Pulau Ganghwa,pahatan balok kayu yang besar dipahat untuk mendapatkan perlindungan Budha dalam melawan Mongol. 86000 dari balok ini masih dijaga di kuil Haein.

Dari Mongol, Goryeo belajar hal-hal dari kebudayaan Muslim seperti astrologi, matematika, pengobatan, kerajinan, tehnik dan lain-lain. Hal ini dikarenakan Mongol menduduki Persia dan beberapa daerah muslim lainnya. Karena Mongol jugalah Goryeo mulai membudidayakan kapas dan memproduksi pakaian katun.
Melalui rangkaian perebutan takhta internal. Kekuatan Mongol menurun di pertengahan abad ke-14. Pemberontakan muncul di seluruh Cina. Pada 1382 Dinasti Ming mulai memerintah Cina dengan layak.

Terlepas dari dominasi Mongol, Raja Gongmin dari Goryeo memulai upaya perubahan. Dia menghapuskan para bangsawan yang mendukung Mongol dan melarang Badan pengawasan Mongol di Goryeo. Nama kerajaan dan gelar lama yang telah dihapus oleh Mongol yang dikembalikan lagi. Bagaimanapun, keadaan Goryeo pada saat itu tidak sesuai untuk pemulihan Kerajaan Goryeo. Di utara, pasukan Sorban Merah (The Red Turbans) yang merupakan pasukan pemberontakan dari Cina mendorong masuk dan mendudukin bagian barat laut Goryeo. Di selatan, perompak jepang menjarah daerah pesisir. Mongol pun masih mempunyai kekuatan di Manchuria dan turun tangan pada perkara Goryeo. Diatas itu semua masih ada pemilik tanah pro-mongol karena mereka mendapatkan keuntungan dari kehadiran Mongolia dan menentang perubahan. Raja Gongmin memilih Biksu Sindon untuk memimpin perubahan, tetapi ia gagal karena dia meyalahgunakan posisinya sebagai orang utama dan karena reaksi tentangan terhadap perubahan. Raja terbunuh dan seorang anak berusia 10 tahun menjadi pewaris takhta.

Reformasi nyata dari masyarakat dilakukan oleh gerakan baru yang berasal dari kantor level bawah pemerintah. Tapi itu dipengaruhi oleh filsafat sistematis Chu Hsi tentang neo-Konfusianisme. Kekuatan baru yang muncul akhirnya mengubah kerajaan. Pemimpin pada gerkan ini adalah jenderal Yi Seonggye Provinsi di bagian Timur laut. Dia memiliki karir militer yang berbeda. Dia meredam pemberontakan lokal dan pasukan Sorban Merah. Dan dia mengusir perompak Jepang.Titik balik paling penting tentang pencarian kekuatan Jenderal Yi Seonggye adalah perjalanan kembalinya dari Pulau Wihwa. Karena ketidaksepakatan dengan Dinasti Ming, Goryeo memutuskan untuk mengirim ekspedisi militer di bawah pimpinan Jenderal Yi Seonggye. Saat mereka mencapai Pulau Wihwa di sungai Yalu, terjadi hujan deras. Dia mengira ekspedisi ini berakhir dengan kegagalan. Dan dia kembali berjalan pulang ke Gaeseong, dimana dia mengambil alih pemerintahan

Yi Seonggye memulai dari perubahan dalam negeri. Hal penting yang harus menyelesaikan adalah pembaharuan tanah. dengan dukungan dari sarjana muda, reformasi tanah dilakukan secara sistematis. Semua tanah dinasionalisasi dan dibagikan ulang untuk mendukung pegawai pemerintahan. Setelah itu, dia mengatur ulang pegawai umum dan militer. Yi Seonggye mengambil alih takhta dan mendirikan dinasti baru pada 1392.

Budha adalah kepercayaan dominan pada masa Dinasti Goryeo. Arsitektur dan pahatan Budha Goryeo lebih rendah mutunya dari pada Silla, tetapi Goryeo menghasilkan berbagai macam keramik yang diketahui sebagai Celadon, kejayaan dari seni Goryeo. Memasuki akhir dari dinasti Goryeo, Konfusianisme mulai menyebar. Hal itu menghasilkan pegawai-pegawai terkemuka dan memajukan sastra. Pencapaina terbesar adalah tulisan bersejarah. Dari beberapa dokumen yang selamat, dokumen yang terpenting antara lain adalah “History of the Three Kingdom” oleh Kim Busik dan “Memorabilia of Three Kingdom” oleh Biksu Iryeon.

Diambil dari : Korean Traditional Culture, Bab 2, bagian C
written by: Lee Kwang-Kyu
Edited by : Joseph P. Linskey

Translator English-Indonesia by : amey


Ada beberapa bagian yang tidak saya tulis, mengingat ini hanya untuk tugas saya :)

No comments:

Post a Comment